Demo Pati : Konflik Massa di Pati Demo Ricuh & Hak Angket Bupati

Demo Pati

Latar Belakang Konflik

Parksidediner.net – Demo Pati, Pada Agustus 2025, sektur publik di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, di guncang unjuk rasa besar-besaran yang kemudian berubah menjadi kekerasan. Awalnya, masyarakat setempat menolak wacana kenaikan PBB‑P2 sebesar 250%, sebuah kebijakan kontroversial yang di anggap membebani warga ekonomi kecil. Namun protes cepat berkembang menjadi tuntutan yang lebih luas, seperti pengunduran diri Bupati Sudewo.


Kronologi Aksi & Bentrokan

Aksi di awali Demo Pati pada 10 Agustus dan mencapai puncaknya tanggal 13 Agustus di alun-alun dan pendopo Pati. Massa mencapai lebih dari 85.000–100.000 orang, menjadikannya salah satu aksi unjuk rasa terbesar di Pati. Demonstran membawa spanduk tuntutan pengunduran diri Bupati dan mengecam keputusan pajak yang di anggap tidak manusiawi.

Polisi dan TNI di kerahkan dalam jumlah besar—sekitar 2.684 personel—untuk menjaga keamanan. Meski sebelumnya sempat tertib, situasi memanas ketika Bupati Sudewo gagal menemui massa. Bentrokan tak terhindarkan: massa melempar botol hingga membakar mobil polisi, aparat menembakkan gas air mata dan water cannon untuk menghalau mereka.

Lebih dari 60 warga dan 7 petugas terluka, puluhan demonstran di tahan; tidak ada korban jiwa di laporkan.


Hak Angket DPRD Pati

Sebagai tindak lanjut, DPRD Pati membentuk Pansus Hak Angket untuk menyelidiki akar rumitnya kenaikan PBB‑P2 serta tindakan Bupati Sudewo. Terbongkar bahwa ide ini bahkan muncul saat rapat di rumah pribadi Bupati pada Maret 2025.

Pansus mendalami apakah keputusan itu merupakan kebijakan resmi atau terindikasi adanya pengaruh politik, mengingat ada pihak non-pemerintah, seperti tim sukses Bupati, terlibat dalam pertemuan.


Demo Pati Tuntutan Masyarakat: Lebih dari Sekadar Pajak

Tuntutan massa berkembang lebih luas:

  • Pencabutan kenaikan PBB‑P2
  • Pengunduran diri Bupati Sudewo
  • Penolakan kebijakan lima hari sekolah
  • Pembatalan proyek renovasi alun-alun mahal, penggusuran masjid, dan proyek videotron yang tidak transparan

Aksi ini memicu banyak warga petani, pedagang, mahasiswa, dan mantan pegawai RSUD Soewondo bergabung, hingga ada upaya membujuk demo jilid II yang di rencanakan pada 25 Agustus—meski kemudian dibatalkan mengikuti kemajuan hak angket.


Dampak dan Analisis Demo Pati

  • Pemerintahan daerah terguncang dan reputasi Bupati Sudewo di pertanyakan
  • Tekanan publik mendorong transparansi dalam kebijakan lokal
  • Pembentukan hak angket menjadi alat demokrasi penting untuk mengatasi krisis kepercayaan
  • Stabilitas pemerintahan menjadi taruhan—hasil hak angket nantinya bisa menjadi preseden bagi pemerintah lokal lainnya


Kesimpulan

Konflik massa di Pati memunculkan pelajaran penting: Ketika kebijakan dianggap tidak adil dan kurang transparan, rakyat berhak menyuarakan penolakan secara massal—dan pemerintah harus menanggapi aspirasi tersebut dengan bijak. Hak angket DPRD menjadi bentuk kontrol politik yang demokratis, dengan harapan menghasilkan keputusan yang lebih akuntabel dan pro-rakyat.